Rabu, 11 Januari 2012

perawatan paliatif ibu Fatimah Arkram



KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007
TENTANG
KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat
jumlahnya baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien
dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif
dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium
terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan
Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek
Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88
tentang Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88
tentang MATI.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KEBIJAKAN PERAWATAN
PALIATIF
Kedua : Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif sebagaimana dimaksud
Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan ini
Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh
Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan dilakukan
perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 19 Juli 2007
MENTERI KESEHATAN RI,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI Sp.JP (K)
Tembusan kepada Yth.
1. Para Pejabat Eselon I Departemen Kesehatan RI
2. Para Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
3. Para Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007


PERAWATAN PALIATIF

A. Pengertian...
a. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian
yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
(sumber referensi WHO, 2002).
b. Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien
sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan
niatnya.
Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey
Schipper (1999), adalah :
a. Gejala fisik
b. Kemampuan fungsional (aktivitas)
c. Kesejahteraan keluarga
d. Spiritual
e. Fungsi sosial
f. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
g. Orientasi masa depan
h. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
i. Fungsi dalam bekerja
c. Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien,
oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif.
d. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit
Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan
untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
e. Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara
medis bagi masyarakat.
f. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga mampu
menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu membuat keputusan secara
rasional berdasarkan informasi tersebut.
II. TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN
A. Tujuan kebijakan
Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia
Tujuan khusus:
1. Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh
Indonesia
2. Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
B. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
1. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan
perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia.
2. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait
lainnya.
3. Institusi-institusi terkait, misalnya:
a. Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
b. Rumah Sakit pemerintah dan swasta
c. Puskesmas
d. Rumah perawatan/hospis
e. Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
III. LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF
1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
􀂃 Penatalaksanaan nyeri.
􀂃 Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
􀂃 Asuhan keperawatan
􀂃 Dukungan psikologis
􀂃 Dukungan sosial
􀂃 Dukungan kultural dan spiritual
􀂃 Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah.
IV. ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM PERAWATAN PALIATIF
1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
a. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui
komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien
dan keluarganya.
b. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada dasarnya dilakukan
sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
c. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan informed
consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan
informed consent.
d. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri apabila ia
masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar
diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien
telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
e. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan
pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh
dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan
dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat
pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan
pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan
utama bagi tim perawatan paliatif.
f. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada
kesempatan pertama.
2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang
kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau
memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi
adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut
dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent
menjelang ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali
telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu
dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota
keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai
dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan
tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya
berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
3. Perawatan pasien paliatif di ICU
a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang
berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman penentuan
kematian batang otak dan penghentian peralatan life-supporting.
4. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
a. Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Rumah
Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara
pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.

Tidak ada komentar: